Saturday, July 28, 2012

Drama Kehancuran Khulafaur Rasyidin 2

Saya sarankan sebelum membaca bagian ini, ada baiknya jika anda membaca terlebih dahulu Drama Kehancuran Khulafaur Rasyidin 1

KHALIFAH KEEMPAT (36-40 H/656-661)

Ali akhirnya menerima kekhalifahan, tapi dalam pidato pertamanya kepada massa, dia menyatakan kepada mereka bahwa dia menerima jabatan ini dibawah tekanan. Dia menyesalkan terpecahnya umat islam dimasa yang sangat berdekatan dengan kematian Rasulullah. Diperlukan tangan yang keras untuk mengembalikan semua tatanan  kepada tempat dan  porsi semulanya. Namun salah satu bagian masyarakat Islam pada masa itu tidak mendengarkan perkataannya, terutama Bani Umayyah yang merupakan kerabat dekat Utsman, mereka terfokos pada gosip-gosip kematian Utsman. Banyak dari mereka yang melarikan diri dari Madinah menuju Damaskus, tempat saudara mereka Muawwiyah bertahta.
Bani Umayyah menyerukan kepada Ali untuk segera menyelidiki kematian Utsman dan menangkap semua orang yang terlibat. Tapi bagaimana bisa Ali menangkap para pembunuh itu? Tak seorang pun tahu persis siapa pembunuh sebenarnya. Dalam arti sesungguhnya, seluruh massa itu adalah pembunuh, dan Ali disuruh menghakimi seluruh masa dan menghukum mereka semua. Hal ini tidak akan mungkin bisa dilakukan oleh Ali, paling tidak pada masa awal pemerintahannya. Karena pada saat itu massa masih menguasai Kota Madinah, bagaimana mungkin Ali menghukum mereka tanpa ada bantuan kekuatan dari penduduk Madinah.
Selain itu, para perusuh yang membunuh Utsman sendiri pada awalnya adalah korban ketidakadilan dan penindasan dari oknum-oknum yang ada didalam pemerintahan sang Khalifah, namun ketika mereka membunuh Utsman, mereka secara tidak langsung membukakan nilai-nilai moral kepada para penindas. Sekarang, Ali dipaksa untuk mendukung diantara keduanya, penindas rakyat atau pembunuh Khalifah. Disatu sisi, apabila Ali mendahuluka menangkap pembunuh Khalifah, maka secara tidak langsung dia sudah membiarkan para koruptor dan penindas Rakyat berlenggang ria, dan ini tentu akan mengakibatkan menghilangnya kepercayaan rakyat kepada pemerintahannya. Disisi yang lain, apabila dia berusaha menangkap para penindas rakyat, maka kemungkinan besar mereka akan bersatu dan membentuk pemberontakan melawan Ali dengan mengangkat topik pembunuhan Utsman sebagai alasan, bahkan lebih jauh mungkin mereka akan menuduh Ali sebagai dalang pembunuhan tersebut. Ironis, Ali disuruh memilih diantara dua hal yang sama pentingnya.
Namun bukan Ali namanya kalau dia tidak berani mengambil keputusan, dia adalah tipe orang nekat yang cerdas.Pada saat itu dia memutuskan akan mengawali pemerintahannya dengan menyerang praktek korupsi dan penindasan yang telah membusukkan kerajaan, karena menurutnya Korupsi dan penindasan akan mempunyai dampak yang lebih luas dan berbahaya bagi negara, dibanding dengan kematian Utsman yang hanya mempunyai dampak sekilas. Baginya menang atau kalah, memulihkan kejujuran dan melenyapkan kezoliman adalah satu-satunya cara agar negara dapat berdiri tegak kembali.
Para pengusung materialime dan para penindas menolak mentah-mentah usulan revolosi yang ditawarkan oleh Ali, mereka menilai bahwa revolosi Ali akan membalikkan semua kebijakan Utsman yang tentu akan berakibat pada terpuruknya ekonomi mereka masing-masing. Mereka beruntung, karena disisi mereka terdapat Mu'awiyah yang telah kecewa terhadap kebijakan Ali, bagi mereka Mu'awiyah adalah satu-satunya orang yang dapat dipercaya sebagai pengawal kekayaan mereka.
Ali mulai menjalankan rencananya, ia memecat semua gebernur yang telah diangkat Utsman dan mengirim orang baru untuk menggantikan mereka, tetapi tidak seorangpun dari gubernur yang dipecat setuju untuk mundur, kecuali seorang gubernur dari yaman, dia melarikan diri bersama uang perbendaharaan dan meninggalkan provinsi itu dalam keadaan bangkrut untuk diperintah oleh orang suruhan Ali.
Sementara itu masalah mulai muncul dipojok yang lain, Aisyah istri termuda Rasulullah kebetulan berada di Makkah ketika Utsman dibunuh. Ketika Mua'awiyah berkampanye menentang kebijakan Ali, Aisyah berpihak kepadanya, sebagian karena hubungan Ali dan Aisyah yang kurang akur. Aisyah mengumumkan pemihakkan nya dengan pidato berapi-api di Makkah. "Wahai orang-orang!.Kaum pemberontak telah membunuh Utsman yang tak bersalah, mereka melanggar kesucian kota Nabi dan bulan suci haji. Mereka menjarah dan merampok penduduk Madinah. Demi Tuhan, satu jari Utsman lebih berharga dari nyawa semua pembunuh itu. Kejahatan belum dihancurkan, dan pembunuh Utsman belum dihukum. Tuntut pertanggung jawaban para pembunuh ini. Hanya pembalasan atas darah Utsman yang dapat membela kehormatan Islam.
Memanfaatkan semangat yang telah ia bangkitkan, Aisyah mengumpulkan tentara, mengadakan rapat perang dan memetakan serangan. Ia memimpin pasukannya ke utara dan berhasil menyerbu Basrah, kota utama di Irak selatan yang merupakan basis dari para loyalis Ali.
Pada titik ini, para koruptor dan penindas rakyat mulai menebar bisik-bisik yang menuduh  Ali adalah dalang dari pembunuhan Utsman. Ali yang malang dan jujur mengakui bahwa dirinya memikul sebagian tanggung jawab terbunuhnnya Utsman, karena ketika Utsman memohon perlindungan Ali, ia menahan pedangnya.
Ali mencoba menggiring pasukannya melawan Aisyah, ia mengatakan bahwa ini adalah jihad dan semua orang harus berjuang membela Islam seperti apa yang mereka telah lakukakan pada masa-masa awal Islam. Tetapi umat Islam bingung, karena Aisyah pun menyerukan jihad melawan Ali. Kedua belah pihak mengklaim perjuangan dirinya adalah perang suci untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan jalan Islam yang sesungguhnya. Inilah perang saudara pertama dalam Islam, kebenaran versus kebenaran.
Ali bergegas keluar Madinah dengan beberapa pasukan yang bisa ia kumpulkan, namun prajurit berbagai suku bergabung dengannya dalam perjalanan keutara, dan pasukannya bertambah banyak secara mengesankan. Ketika sampai di Bashrah, dia mengirim orang kepercayaannya untuk bernegosiasi dengan Aisyah. Hebatnya, argumen juru bicara Ali berhasil diterima oleh Aisyah berkat kesadaraan intelektualnya yang tinggi. Pada akhirnya Aisyah setuju untuk meletakkan senjata, membubarkan tentaranya dan bergabung dengan Ali. Dia akan bertemu dengan Ali pada pagi harinya untuk membahas beberapa hal.
Ilustrasi Perang Jamal
Utusan kembali keperkemahan untuk menyampaikan kabar baik, dan malam itu sorak perayaan terdengar dikedua belah pihak. Namun ada satu hal yang belum diperhitungkan oleh keduanya, yaitu kedua bela pihak berisikan anggota tentara yang merupakan bagian dari massa yang telah membunuh Utsman dan akan dibawa kepengadilan jika Ali dan Aisyah mencapai kesepakatan bersama. Orang-orang ini jelas tidak akan memberikan kesempatan pada perdamain.
Pagi-pagi buta, sekelompok geng dari mereka merayap keluar dari perkemahan Ali dan melancarkan serangan mendadak pada pasukan Aisyah yang sedang terlelap tidur. Pada saat Ali bangun, pasukan Aisyah sedang melakukan serangan balasan. Baik Ali maupun Aisyah berpikir pihak lain yang telah berkhianat, dan dengan demikian dimulailah pertempuran  Unta, disebut demikian karena Aisyah mengendarai unta dan terjun langsung kemedan perang dan mengarahkan pasukanya dari belakang. Pertempuran baru berakhir tatkala unta itu ditebas dan Aisyah ditangkap. Ali memenangkan pertempuran itu, tapi betapa pahitnya ketika istri tercinta Nabi dan menantu kesayangan beliau sama-sama menghunuskan pedang untuk saling membunuh disebuah lapangan merah berlumur darah sepuluh ribu kaum muslimin, bahkan diantara mereka banyak terdapat sahabat dekat Nabi Muhammad SAW.
Ketika para korban selamat dari kedua belah pihak duduk bersama-sama, mereka membicarakan bagaimana orang-orang dan peristiwa telah mempermainkan mereka berdua, dan akhirnya mereka membuat kesepakatan damai.
Setelah peperangan unta Aisyah mundur kemadinah, dan menghabiskan seluruh hidupnya merekam perkataan-perkataan Nabi dan menulis komenter mengenainya. Dia mengakhiri hari-harinya sebagai salah satu yang palimg dihormati diantara ulama awal Islam.
Ali tidak pernah kembali ke Madinah. Dia menjadikan kota kuffah ibu kota pemerintahannya sebagai hadiah bagi penduduk kota itu yang telah mendukungnya, dan mencoba menyatukan kembali sisa-sisa kekhalifahan, tapi pertempuran awal dengan Aisyah yang telah mematahkan hati menandai awal masalahnya. 
Ilustrasi Perang Shiffin
Pada saat ini, Muawiyah telah secara resmi menolak untuk setia kepada Ali dan menyatakan bahwa kekhalifahan adalah miliknya, mungkin ini dikarenakan kebanyakan dari kaum materialis, kapitalis dan para penindas rakyat telah membaiatnya dan menyatakan dia adalah pelindung mereka. Pada tahun ke 36 hijriah (657 M) terjadilah perang saudara kedua didalam Islam antara Ali dan Mua'wiyah, perang ini dinamakan Perang Shiffin. Perang ini berawal ketika pasukan Mua'wiyah mencoba memblokir akses air bagi Ali. Pertempuran singkatpun akhirnya meledak, tapi pasukan Ali berhasil memenangkan pertempuran dan merebut kembali akses air. Selanjutnya pertempuran mereda dan berubah menjadi kebuntuan yang hanya diselingi konflik-konflik kecil tak menentukan. Kedua belah pihak menahan diri dan mencari cara untuk menang tanpa kebrutalan, karena masing-masing pihak berisiko kehilangan otoritas keagamaan dengan menumpakah darah kaum muslimin.
Kebuntuan berakhir dengan empat hari ledakan kekerasan yang menurut beberapa sumber menyebabkan 65 ribu korban tewas. Pembantain itu memunculkan seruan agar kedua pasukan mundur dan membiarkan kedua pemimpin menyelesaikan sengketa dengan berhadapan langsung. Ali yang berusia lima puluh delapan tahun tapi dengan postur fisik yang mengesankan, bersemangat menerima tantangan. Muawiyah yang sebaya dengan Ali, lebek dan berlemak, mengatakan tidak.
Pasukan Ali memperbaharui serangan, kali ini ia menebas pasukan Mu'awiyah seperti alang-alang, tetapi Mu'awiyah tidak habis aqal, ia merancang siasat untuk menghentikan pasukan Ali. Dia menyuruh seorang perajurit menancapkan Al-Qur'an diujung tobak dan menyuruh semua pasukannya berbaris dibelakang para penghafal yang melantunkan Ayat-ayat suci Al-qur'an lalu Ali didesak untuk bernegosiasi atas nama perdamain dikalangan umat. Pasukan Ali gemetar berhadapan dengan prospek mencemarkan Al-qur'an dan Ali setuju untuk bernegosiasi.
Ali mungkin tidak menganggap dirinya menyerah pada sesuatu apapun, kerena ia telah mengajak untuk bernegosiasi dari awal, tidak diragukan lagi ia berfikir pembicaraan akan berakhir dengan Mu'awiyah mengakui haknya untuk memerintah dengan balasan beberapa konsensi seperti jaminan untuk membiarkannya tetap sebagai gubernur Suriah. Sebaliknya  ketika wakil-wakil kedua pemimpin bertemu, mereka sepakat bahwa kedua orang ini adalah setara, dan bahwa masing-masing harus tetap bertanggung jawab atas wilayah mereka sendir, Mu'awiyah memerintah Suriah dan Mesir, Ali memerintah selebihnya. Ali tidak menginginkan hal ini, ia mendambakan sebuah persatuan. Tapi sekarang Ali tidak bisa menolak hasil tersebut tanpa terlihat sebagai beri'tiqad buruk. Muawiyah telah mencuranginya. 
Akibat dari negosiasi yang merugikan ini muncullah gejolak dari kubu Ali, para pendukungnya yang radikal menyatakan kecewa dan keluar untuk mendirikan organisasi politik baru, mereka disebut sebagai Khawarij. Mereka meperbarui doktrin para pengikut Ali yang terdahulu, dan menyatakan bahwa darah, silsilah, pemilihan serta bai'at dari kaum muslimin tidaklah berpengaruh apa-apa,  bagi mereka kepemimpinan adalah hak semua muslim, yang menjadi kualifikasi adalah karakter dan seberapa besar kontribusi seseorang terhadap Islam. Siapapun yang menunjukkan pengabdian terbesar kepada Islam dan nilai-nilainya dia adalah Khalifah. Akan tetapi , dia bertanggung jawab terhadap rakyat. Jika sedikit saja dia pernah tergelincir dari nilai-nilai Islam yang utuh, maka ia harus mundur dari jabatannya. 
Dengan dasar hal diatas mereka mendesak Ali untuk mundur dari jabatannya, karena dia tidak mundur, seorang Khwarij muda menyelesaikan sendiri masalah itu. Pada 40 H, si pemberang ini membunuh Ali.
Para pengikut setia Ali dengan segera mengalihkan pandangan mereka kepada Hasan sebagai penggantinya, tetapi Hasan menyatakan kecewa dan sudah letih untuk berperang, dia melangkah kepinggir. Dia tidak punya selera untuk melanjutkan pertarungan , dan dibawah keadaan yang sekarang berlaku, mengklaim kekhalifahan hanyalah akan berujung pada perebutan kekuasaan dan peperangan yang hanya akan menumpahkan lebih banyak darah suci kaum muslimin, dan apa gunanya itu semua? Dengan demikian dimulailah dinasti Umayyah.

Drama Kehancuran Khulafaur Rasyidin 1 dan Drama Kehancuran Khulafaur Rasyidin 2 bersumber dari buku Dari Puncak Bagdad karangan Tamim Ansari, silakan baca dan beli bukunya, dijamin bagus..hehe

1 comment:

lailapabis said...

Casinos With Slot Machines in New Jersey | MJH Hub
Casinos with Slot Machines in New Jersey Casinos 사천 출장안마 With Slot Machines in New Jersey Casinos 밀양 출장샵 with Slot Machines in 순천 출장마사지 New Jersey 사천 출장샵 Casinos with Slot Machines 경주 출장안마 in New Jersey Atlantic City Casinos with Slot Machines in